Bagi Anda yang berencana membuat kartu kredit, sebaiknya pikirkan ulang rencana itu. Sebab menurut penelitian, kartu kredit tanpa terasa akan dapat meningkatkan pengeluaran Anda. Namun jika Anda tetap ingin memiliki kartu kredit, efeknya bisa diredam dengan trik khusus saat berbelanja.
Barangkali Anda pernah mendapatkan telpon dari bank yang menawarkan pembuatan kartu kredit. Saya pernah; beberapa kali hingga saya jadi kesal dibuatnya. Saya merasa didorong-dorong, bahkan dipaksa, membuat kartu kredit. Karena itu saya pun bertanya-tanya, “mengapa bank ingin sekali agar kami nasabahnya membuat kartu kredit?”
Ternyata jawabannya bisa ditemukan di sebuah penelitian yang dilakukan Priya Raghubir dan Joydeep Srivastava pada tahun 2008. Kedua peneliti tersebut memang tidak meneliti tentang alasan bank mendorong nasabahnya membuat kartu kredit, namun mereka melihat bagaimana dampak kartu kredit terhadap pengeluaran seseorang.
Penelitian sejenis sudah pernah dilakukan pada tahun 1979 dan 1986, dan hasilnya: konsumen cenderung mengeluarkan uang lebih banyak ketika bertransaksi menggunakan kartu kredit daripada saat menggunakan uang tunai. Akibatnya, konsumen seperti sedang menggunakan “uang monopoli”, yang berakibat mudahnya uang itu digunakan.
Di tahun 2008, Raghubir dan Srivastava pun menemukan hal serupa. Hal ini ternyata disebabkan karena saat membayar dengan kartu kredit, konsumen tidak merasakan “sakit” yang nyata karena terpisah dengan uangnya. Berbeda dengan saat bertransaksi menggunakan uang tunai. Rasa “sakit” yang dirasakan saat membayar menggunakan uang tunai, lebih terasa.
Efek ini pun bisa teramati di Indonesia. Dalam artikel kontan.co.id, ada kenaikan nilai transaksi menggunakan kartu kredit pada bulan Agustus 2012. Jika bulan-bulan biasa nilai transaksi “hanya” 16 triliun rupiah, pada Agustus nilai transaksi diperkirakan mencapai 19 triliun rupiah. Pada bulan itu dikatakan kebutuhan berbelanja meningkat karena ada masa puasa dan hari raya Idul Fitri.
Selain kebutuhan untuk hari raya tersebut, kenaikan juga disebabkan peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat, seperti makan dan minum di restoran, belanja ritel, biaya hotel dan tiket pesawat. Nilai transaksi juga diprediksi akan meningkat, dilihat dari jumlah kartu kredit yang beredar saat ini sebanyak 15,3 juta, naik 6% dari tahun sebelumnya.
Meskipun efek kartu kredit secara signifikan bisa meningkatkan pengeluaran, di dalam penelitian yang diterbitkan di dalam Jurnal Psikologi Eksperimental tersebut terkandung strategi untuk meredamnya. Strategi tersebut adalah dengan merinci perkiraan pengeluaran. Setiap barang yang akan dibeli sudah diperkirakan harganya lebih dahulu. Janganlah hanya memperkirakan total biaya yang akan dikeluarkan, sebab hal ini cenderung akan meningkatkan pengeluaran.
Beberapa peneliti sudah mengonfirmasi efek penggunaan kartu kredit dalam bertransaksi. Hasilnya, transaksi dengan kartu kredit akan meningkat jika dibandingkan dengan saat menggunakan uang tunai. Penyebabnya karena “rasa sakit” karena berpisah dengan uang, lebih sedikit terasa saat memakai kartu kredit. Namun efek ini bisa diminimalisir dengan cara merinci perkiraan pengeluaran sebelum berbelanja.
Referensi
Nababan, C.N. (2012). Agustus, nilai transaksi kartu kredit bisa melejit. Dalam http://keuangan.kontan.co.id/news/agustus-nilai-transaksi-kartu-kredit-bisa-melejit/2012/08/29
Raghubir, P., Srivastava, J. (2008). Monopoly Money: The Effect of Payment Coupling and Form on Spending Behavior. Journal of Experimental Psychology, 14, 213–225
Filed under: Perilaku Ekonomi Tagged: kartu kredit, peningkatan pengeluaran
